Kacamata Peradaban

2016/03/30

Dunia Anak Dulu dan Sekarang






Modern, merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yang  mengandung arti kekinian atau baru. Kata tersebutk, ini tengah menjadi kalimat tanda atau kalimat pengecap yang menjdi kata sifat, terhadap sebagian besar kalangan masyarakat yang mengikuti perubahan berkembangan gaya hidup, baikitu dari segi budaya maupun dari segi sosial. Kini istilah kata modern sudah melekat dalam kehidupan keseharian masyarakat, yang memang pengaruhnya sangat dominan dalam revolusi budaya di dalam kehidupannya. Di zaman serba-serbi yang modern dan instan ini, negara Indonesia sebagai negara berkembang memiliki masyarakat yang terbilang  bersifat konsumtif. Semua itu didasari dari masyarakat Indonesia itu sendiri yang ingin mengikuti kepopuleran terhadap negara maju dan negara adikuasa yang memang tengah menjadi tren di masa kini. Terlebih masyarakat yang menganut Ideologi Panca Sila dan memiliki semboian Bhineka Tunggal Ika ini, memang memiliki ego yang  tinggi sehinga pengaruh budaya negara maju terlebih budaya barat, mudah dan cepat untuk di ikuti ketimbang melestarikan budaya lokal.
Selain itu akibat terpengaruh budaya barat, orang tua sekarang yang selalu disebut- sebut sebagai orang tua masa kini atau juga disebut sebagai orang tua gaul, kurang menanamkan jiwa dan sikap cinta terhadap budaya berikut permainan lokal, yang sudah di wariskan secara turun- temurun dan menjadilegenda dari sejak zaman orang tua dulu hingga sekarang. Apalagi di masa sekarang, yang mana ilmu pengetahuan dan teknologi  (IPTEK) dari barat sudah menjamur dan membudaya di kalangan masyarakat Indonesia. Sehingga, bangsa ini seolah-olah adalah bangsa baru yang tidak memiliki warisan budaya dari nenek moyangnya.
Akibatnya, banyak kaum pemuda di masa ini dari mulai anak- anak hingga remaja, kurang tahu bahkan tidak tahu sama sekali terhadap budaya dan permainan apa saja yang di wariskan oleh orang tua kita dahulu. Hal tersebut terjadi akibat, pola pikir masyarakat yang cenderung memandang bahwa permain yang di wariskan dari leluhurnya itu sudah sangat terbelakang.  Sehingga, tidak sedikit di kalangan kaum remaja dan anak- anak sekarang ini yang tidak tahu permainan  apa dan bagaimana cara memainkannya.. Dengan adanya kasus sedemikian rupa, banyak kaum remajadan anak- anak sekarang ini lebih suka mengisi waktu bermainnya secara indifidu dan bersifat pasif, banyak diam di rumah dalam melakukan kegiatan bermain untuk hiburannya ketimbang memainkan permaina warisan leluhurnya bersama teman sebayanya.
Padahal permain yang di wariskan oleh orang tua kita dahulu, baik dari mulai zaman kerajaan hingga zaman penjajahan , memang mengandung unsur nilai sejarah yang sanagat bermakna. Seperti contoh, permainan Bon-bonan atau bisa di sebut juga dengan permainan benteng- bentengan di Jawa Barat dan di Jawa tengah dikenal dengan sebutan Gobak Sodor. Masyarakat di Indonesia lebih mengenal permainan ini dengan nama Galah Asin,yang dulu sering di mainkan oleh anak- anak dari suku Sunda, suku Jawa, hingga anak- anak di seluruh kawasan Indonesia. permainan yang lebih dikenal dengan nama Galah Asin ini, adalah sebuah permainan yang mencotohkan sebuah taktik perang masyarakat pejuang Nusantara pada masa penjajahan Belanda, dengan cara memancing tentara kolonial Belanda agar mengejar pasukan pejuang Nusantara yang melarikan diri dan masuk ke dalam hutan di malam hari. setelah tentara kolonial Belanda mengejar masuk ke dalam hutan, kemudian  masyarakat lokal beserta para pejuang Nusantara lainnya, secara serentak melakukan serangan kepada tentara kolonial Belanda untuk memperoleh kemenangan.  Kemudian, kita kenali cara perang tersebut dengan sebutan perang taktik Gerilya. Permain Bon- bonan dimainkan oleh dua kelompok dan setiap kelompok minimal terdiri atas tiga orang di setiap kelompoknya. Dan Setiap anggota kelompok, memiliki posisi dan  tugasnya masing- masing yaitu, satu orang menjaga benteng di posisi paling belakang. Benteng tersebut adalah kunci pusat lawan untuk memperoleh kemengangan. Anak- anak dahulu, sering menggunakan pecahan genting atau batu sebagai simbol dari benteng kekuasaan.
Perlindungan menjaga benteng hanya cukup dengan cara menginjak genting atau batu tersebuat dari injakan grup lawan. Selain itu, posisi pemain kedua bertugas sebagai penjaga sekaligus sebagai penyerang bantuan, jika salah seorang pemain lain yang bertugas sebagai penyerang membutuhkan bantuan. Sedangkan cara pemperoleh kemenangannya cukup sederhana yaitu,  belari ke arah kawasan kekuasaan lawan untuk menginjak benteng lawan dan menghindar dari kepungan dan sentuhan tangan lawan dari grup lawan. Jika salah seorang anggota pemain terkepung atau tersentuh oleh tangan grup lawan, maka si penyerang dianggap gugur dan keluar dari area permainan tersebut. Sedangkan jika penyerang berhasil menerobos masuk ke kawasan pertahanan lawan dan berhasil menginjak genting atau batu yang berfungsi sebagai simbol benteng kekuasaan, maka serentak akan berteriak, ‘’Belaaa” atau,” Bonnn”, karena menag.
Dalam permain ini, selain melatih ketangkasan dan kecepatan, juga melatih anak- anak agar dirinya bisa memanfaatkan peluang, berpikir cerdik dan peka terhadap benda- benda di sekitarnya. Selain permainan Bon- bonan, ada pula permainan anak- anak di zaman dulu, yang dapat melatih kekuatan, ketangkasan, dan kesehatan tulang badan ,yang mana permainan tersebut dinamakan dengan permainan Galah Jidar atau Galah Palang dalam bahasa Sunda. Sedangkan di masyaratkat luas, permainan ini lebih dikenal dengan nama permainan Kucing Mistar.Permainan ini cukup sederhana, yaitu dengan cara melompati dua batang  Ranting pohon yang di taruh di atas tanah lapang secara berhadapan dengan jarak antar kedua ranting sejauh satu jengkal.
 Kemudian masing- masing pemain yang ikut serta dalam permainan, mendapat giliran untuk melompati arena permainan semampunya ia melompat. Jika ada satu orang pemain yang menginjak ranting pembatas atau lompatanya melebihi dari pemain lain yang ikut serta dalam permainan, maka akan menjadi “kacung” permainan atau menjadi ‘’kucing’’, yang mana tugasnya adalah,menjaga dan merubah jarak ranting pembatas sepanjang satu jengkal, usai semua pemain yang ikut serta melompati arena permainan. Dari dua contoh permain ‘’jadul’’ inilah, seorang anak selalu mendapat kisah- kisah seru yang selau terkenang dan tak terlupakan di benak mereka seperti, menangis karena kalah, senag karena menang, dan seru karena merasa muas. Karena dua permainan tersebut, jika dimainkan selalu bisa mengajak atau menambah pemain, yang mana secara otomatis akan menambah teman. Namun sangat disayangkan, seiring IPTEK sudah mulai dikenal oleh anak- anak di Nusantara, dua permainan anak tersebut sudah mulai terkikis dan jarang dimainkan oleh anak- anak zaman sekaang.

Berbeda dengan masa remaja dan masa anak- anak di zaman dulu, seiring IPTEK terus berkembang mengalami revolusi yang cukup pesat dan cepat, di masa remaja dan anak- anak zaman sekarang ini mereka lebih suka bermain dengan benda elektronik semisal Gadget. Si Robot kecil dan canggih ini, telah merubah dan memindahkan arena permaian anak- anak dari dunia nyata ke dunia digital. Selain bisa menyimpan banyak macam- macam  permainan yang memeng cukup seru dan baru, Gadget pun bisa dimainkan saat apapun, kapanpun, dan dimanapun tanpa memerlukan beberapa pemain tambahan dan tempat kusus untuk arena perminan. Keunggulan itulah yang memebuat permain si canggih Gadget mengikis permainan anak- anak zaman dulu dan menjadikandirinya sebagai primadona di kalangan anak- anak zanan sekarang.
Padahal, dalam ketentuan penggunaannya sebuah alat elektronik seperti Gadget memiliki aturan kesetandaran penggunanya yaitu, sebuah larangan untuk penggunaan terhadap anak dibawah umur. Namun, semua aturan pemakaian itu selalu diabaikan oleh kalangan orang tua sekarang, terutama orang tua yang tanpa berpikir terlebih dahulu dalam memberikan sesuatu pada anaknya. Dengan adanya sikap orang tua seperti itu, seorang anak akan lupa siapa dirinya, apa budayanya, dan bagai mana tugas yang harus ia kerjakan sebagai seorang anak. Selain itu, jika seorang anak dari kecil sudah dijauhkan dari permainan warisan nenek moyangnya oleh orang tuanya dan malah lebih sering mengenalkan benda baru semisal Gadget padanya, pastilah seorang anak akan memiliki jiwa sosial yang kurang, terlebih seorang anak akan kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Selain memperlambat terhadap pembentukan dan perkembangan sikologis, seringnya menatap layar komputer akan merusak kesehatan jasmaninya dalam jangka panjang, karena akibat elektronik yang sering di mainkan yang mana kita ketahui unsur- unsur dari dalam komputer, semisal logam dan radiasi yang terkandung di dalamnya berbahaya bagi kesehatan.
Maka dari itu, sebaiknya para orang tua terlebih dulu mengenalkan permainan warisan leluhurnya sebelum mengenalkan permain yang bersifat baru dan modern terhadap anak, cucu, dan cicitnya. Yang mana pengenalan tersebut adalah suatu syarat awal penanaman rasa cinta tehadap budaya sendiri, sekaligus sebagai tolak ukur pengasahan jiwa sosial pada anak untuk memiliki rasa peka terhadap lingkunagan sekitarnya. Sebagaimana kita ketahui, seorang anak yang baik itu adalah seorang anak yang peka terhadap lingkungan sekitarnya.
 Sedangkan bukti bagi seseorang yang mencintai budayanya adalah termasuk cinta terhadap tanah air. Dan  masa kecil yang sering bermain dengan banyak teman sebaya adalah suatu hal penting untuk proses masa tumbuh kembangnya, yang menjadi pengalaman besar yang tak terlupakan bagi seorang anak.

Untuk itu saya yakin, jika orang tua mengenalkan permainan budaya lokal Nusantara yang sudah melegenda dari kakek buyutnya terlebih dahulu, pastilah seorang anak hingga masa dewasanya ia akan memiliki pengalaman yang berarti dalam hidupnya, sekaligus menjadikan anak sebagai sosok seseorang yang cinta terhadap tanah air dan budayanya. Wassalam.

Penulis: Naurid Ilyas

Share this:

Comments
0 Comments

Posting Komentar

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes