Kacamata Peradaban

2016/04/10

Si Kerdil




Dia duduk disampingku dan selalu tersenyum ketika bertemu dengan ku. Tapi dirku tak pernah membalas senyuman nya sedikit pun, ku benci dengan nya. Aku iri dengan teman-teman ku dan keluarga teman teman ku. Aku sangat tak berharap dia hidup lebih lama lagi. Aku sangat membencinya melebihi anjing tetanggaku. Entah mau sampai kapan rasa benci ini semakin membesar kepadanya, seorang laki-laki kerdil yang wajahnya tak setampan teman temanku. Aku tak menyukainya karena ia tak normal, tak seperti diriku dan ayah ibuku. Aku benci kaka ku. Yaah.. dia kakaku, Reyhan. Sekarang dia kelas 6 SD. Setiap di sekolahan Reyhan sering sekali di olok-olok oleh temannya karena tubuhnya yang sangat kecil. tingginya cuma 1 meter. Sering sekali Reyhan dilempari air yang dibungkus plastik oleh teman-temannya. Kadang aku marah melihatnya, namun aku hanya diam dan tak bertindak. Itu waktu aku kelas 5, jarakku dengan kakaku hanya 1 tahun. Sebenarnya aku tak menyangka kakaku menjadi seorang yang cacat.
Ketika aku datang di acara ulang tahun teman ku Sarah, Sarah memperkenalkan ku dengan kakanya. sarah menceritakan bahwa kakanya adalah kebanggaan keluarganya, bahkan sering menjuarai lomba-lomba tingkat Provinsi. Sarah menceritakan hal itu dengan senyuman bangga di bibir dan kedua matanya. Aku pun membalas senyum sarah dan kakanya. dengan rasa hormat dan bangga ku ucapkan selamat kepadanya. Namun tiba-tiba, ada seorang ibu datang dan bertanya kepadaku
“Kau adenya Reyhan yang kerdil dan nakal itu kan?’’
Sontak aku kaget dan malu mendengarnya. Aku pun pergi tak menjawab pertanyaan ibu tadi.
‘’memang benar hidup Reyhan hanya bisa mempermalukanku saja….’’ Ujar diriku dalam hati kemudian berlalu pergi.
Siang berganti malam dan malam berganti petang akan hitam yang pekat dengan angin yang menusuk kalbu yang mulai meneropong ke pori-pori tulang ku. Entah mau sampai kapan aku hidup berbalut kebencian seperti ini. “Elis ayo makan! ayah dan ibu sudah menunggu di meja makan’’ terdengar suara Reyhan di balik pintu kamarku. Aku hanya terdiam bisu tak membalas perkataan nya, berapa detik kemudian aku pun mulai beranjak meninggalkan tempat tidurku dan berjalan menuju meja makan. Aku dapati ayah, ibu dan reyhan yang sedang bergurau di meja makan. Ayah memanggilku dengan senyum indah di wajahnya, dan aku membalas senyuman nya. Ayah dan ibu terlihat bahagia malam ini, dan aku sangat bersyukur dengan hal itu. Namun kebahagiaan itu hancur seketika melihat Reyhan yang cacat di dekat mereka. Ketika aku melihat Reyhan yang duduk dan asik dengan makananya, ia mengulurkan kue coklat ditangan nya kepadaku.  
ini buat elis’’ ucap reyhan tersenyum.
Aku hanya terdiam melihat nya, tak ku sentuh sedikit pun kue coklat darinya. Ibu dan ayah menyuruhku untuk mengambil kue itu dari tangan reyhan. 1 kali, 2 kali, 3 kali, ibu meminta aku mengambil kue ditanganya dengan nada yang cukup keras. Aku pun mulai bangun dari tempat  dudukku dengan mata yang menyimpan segudang dendam.
“Elis ga akan pernh memakan kue dari reyhan , hidup Elis hancur gara-gara ada kamu. Aku benci kamu, Aku malu punyaa kaka seperti kamu. Udah cacat, kerdil lagi. Kamu berbeda dengan aku, ayah, dan ibu. Aku sangat malu punya kaka sepertimu.  Aku benciii... benciiii... kenapa kamu tidak cepat MATI saja! apa gunanya kau hidup Reyhan? Kau hanya menjadi aib untuk keluarga ini aku membentaknya, amarahku pecah, kemudian berlari menuju kamar.
Aku dengar ibu dan ayah berteriak memanggil namaku. Aku hanya terdiam di depan cermin kamar ku. ‘‘sungguhku keterlaluan’’  ………
Rasanya aku lebih bahagia dulu ketika aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi tentang kakaku Reyhan. Dulu aku hanya mengira pertumbuhan Reyhan lambat, namun seiring dengan berjalan nya waktu, tubuh reyhan tak ada perkembangan dan itu membuatku hancur bahkan tak mau melihat dia hidup, karena menurutku dialah aib keluarga ku. Karena dia aku pun jadi ikut di olok-olok oleh teman-teman karena mempunyai kaka seperti dia
Setelah lulus SD Reyhan berkata kepada ibu bahwa ia ingin tinggal di pesantren tahfidz. Pada saat itu ibu dan ayah bingung, khawatir jika nanti ketika Reyhan di pesantren, teman-temanya akan mengolok-olok dia karena tubuhnya yang kerdil dan wajahnya yang cacat itu. Tapi reyhan kekeh tentang keinginan nya dipesantren. Akhirnya ibu dan ayah pun mengirim Reyhan ke pesantren tahfidz.
Satu tahun kemudian Reyhan sangat terlihat ceria ketika aku, ibu dan ayah menjenguknya. Dimatanya tak terlihat kesedihan sedikitpun. Matanya seolah telah menemukan keindahan dalam kehidupanya yang sekarang
jangan tinggalkan solat’’
Itulah pesan si kerdil kepadaku. Aku selalu mengingatnya walaupun hati masih membencinya. Tapi sedikit demi sedikit aku harus menghilangkan rasa benci itu. Mungkin baginya disini Bagaikan surga dunia. Ketika anak anak yang lain sibuk bermain, dia sibuk menghafal dan mengambar. Sepertinya tubuhnya yang kecil itu membuat ia kesulitan untuk ikut bermain volley, bahkan sepak bola.
Hari demi hari , malam demi malam, Reyhan terus melewati semuanya dengan tebing perjuangan yang membuat gempar semangat merajuk asa yang memuncak. Mungkin keheningan malam kali ini Reyhan jadi merasa kesepian, semangat untuk hidup selalu taat kepada Allah sangat besar hingga membuatnya tak gempar akan cacian, hinaan, bahkan lemparan air kotor di badanya ketika ia SD. Aku baru sadar kalau aku telah mempunyai kaka yang sangat luar biasa. Tak seharusnya aku berdoa agar dia segera mati.
Terik matahari dengan hiasan silau dan terik matahari yang panas membuat Reyhan yang berjalan ditengah lapangan terlihat semakin kerdil. ketika itu bola melambung tinggi kerahnya. Bola melesat dengan cepat dan mengenai kepalanya. Reyhan terjatuh tersungkur menghasilkan luka yang tergores ditanganya. Namun Reyhan bangkit dan tersenyum kepada teman-teman nya ia membawakan bola kepada mereka yang sedang asik bermain sepak bola,
Syukron Reyhan’’ ucap teman-teman nya
Kamis 4 mei 2006 Reyhan pingsan dalam sujud terakhirnya ketika ia solat. Ketika  semua selesai shalat, salah satu santri yang duduk disamping nya memanggil nama Reyhan agar dia segera bangun dari sujudnya. Namun Reyhan tak kunjung bangun, dan santri itu segera memanggil pengurus untuk melihat keadaan Reyhan yang ketika ia kembali sudah di kerubungi oleh banyak santri. Dengan khawatir, pengurus pesantren memanggilnya dan mengangkat badanya. Jatuhlah Reyhan di atas sajadahnya Allahuakbar’’ terdengar suara takbir dari para santri yang melihatnya…
Alhamdulilah ucap sang pengurus pesantren.
Ternyata reyhan masih bernafas. Segera Reyhan dilarikan ke rumah sakit malam itu juga. Semua pengurus mengantarkan Reyhan dengan mobil pak kyai. Semua pengurus juga menjaga Reyhan hingga ibu dan ayah datang kerumah sakit.
Tak lama kemudian ibu dan ayah datang menghampiri kamar kak reyhan. Ku dapati Reyhan terbaring lemah dengan tubuh mungilnya
“Ibu.. ibu.. ibu..’’ Ucap reyhan yang mulai sadarkan diri. Dengan segera ibu dan ayah mendekati kak Reyhan
“Ibu, kemaren Reyhan habis kebentur bola dikepala. Tapi Reyhan baru ngerasa sakit sekarang’’ ujar Reyhan pelan.
Ibu hanya menyakini bahwa reyhan akan baik baik saja.
Malam meniadakan pagi dan pagi menghilangkan sinarnya dikala awan hitam mengelayuti awan biru. Burung seakan menjadi melodi lukisan hidup seoarang anak kerdil. Hujan menjadi tinta penulis di setiap tetesan yang jatuh di tanah tandus. Ketaatan kepada Allah lah yang ia inginkan. Awan hitam seolah berduka, namun ku tak mengerti kenapa hari ini hatiku seolah mati. Mata yang merah menjadi butiran air, senyum ceria yang menjadi senyum duka dikala musibah melanda, namun aku yakin semua akan baik-baik saja.
Pagi ini aku lihat ayah dan ibu sedang asik berbincang dengan  ka Reyhan. aku hanya melemparkan senyum dari jauh, melihat keluarga ku tersenyum dan mungkin Reyhan lah yang sebenarnya anak kebanggaan ibu dan ayah, bukan aku. Tak lama kemudian dokter datang untuk mengecek keadaan kak Rayhan.
“Ibu, Reyhan ingin tidur’’ ucap Reyhan memelas
“Iya sayang, silahkan tidur yang nyenyak yaah, sebentar lagi dokter akan mengecek keadaan mu’’ kata ibu.
Ibu, ayah dan aku pun keluar dari kamar Reyhan. selang berapa menit setelah dokter masuk ke ruang kak Reyhan untuk mengecek keadaanya. Dokter keluar menemui ibu dan ayah. Ekspresi  yang tak membuat ibu dan ayah bahagia kelur. Ibu dan ayah berteriak apa yang terjadi dengan kak Reyhan. Aku pun mulai khawatr dan takut.
Rupanya, ajal telah menjemput kakak satu-satunya yang kupunya, apa doa ku mulai di dengar Allah ketika dulu aku berdoa agar kak Reyhan segera meninggal? Ohh.. tidak! semoga hal ini tak terjadi ya Allah. Ampuni aku! ku mohon
Dokter mengatakan bahwa kak Reyhan sudah tak bernafas lagi.
Tangisku, ibu dan ayah pecah. Segera kami berlari ke kamar kak Reyhan.
ALLAHUAKBAR ALLAHUAKBAR ALLAHUAKBAR aku tak percaya dengan jazad kak Reyan yang sekarang ada dihadapanku. Sungguh ini tanda kebesaran Allah. Wajah cacat kak Reyhan berubah menjadi sosok laki-laki yang tampan dengan bibir yang tersenyum. Ibu tak percaya melihat keadaan jasad kak Reyhan ketika membuka selimutnya hingga seutuhnya. SUBHANALLAH tubuh kak Reyhan normal selayaknya tubuh anak kelas 2 SMP lainya. ibu berteriak.
“Apa ini anaku? apa ini anaku? apa ini anaku Suster dan dokter berdatangan dikamar kak rayhan, semuanya tak percaya. Bahkan dokter yang memeriksa keadaaan kak reyhan sekalipun kaget melihat fenomena ini. Tempat tidur kak reyhan yang seharusnya setengahnya, sekarang pas dengan panjang tubuhnya.
Kak Reyhan langsung dipulangkan ke rumah. Karena melihat jazad kak Rayhan yang berubah. Para santri dan kyai-kyai berdatangan dirumah ku. Semua yang mengshalati kak reyhan binggung sampai ku mendengar salah satu diantara santri mengatakan “Ini Reyhan bukan? bukankah seharusnya bila keranda ini di pakai Reyhan menjadi setengahnya saja. Tapi kenapa keranda ini pas dipakai reyhan?’’ sungguh aku tak menyangka kak Reyhan bisa berubah wujud menjadi laki-laki yang berbadan tinggi dan wajah yang tampan. Sungguh kuasa Allah.
Jumat, 5 mei 2006 Muhammad Reyhan meninggal di usianya yang ke-14 tahun. Semoga Reyhan tercatat sebagai seorang yang meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan tercatat sebagai seorang hafidz, karena Reyhan sedang belajar menghafal Al-Qur’an
Ibu berkata kenapa kau cabut nyawa anaku Reyhan, aku tak rela. Kenapa baru sekarang kau memberikan tubuh yang normal dan wajah yang tampan kepada anaku?!’’
Aku selalu berkata kepada ibuku. Ikhlas kan lah agar Reyhan bisa tenang bersama-Nya, karena Allah hanya ingin memperlihatkan inilah salahsatu hambanya yang selalu taat hingga ajal menjemput.
Suatu hari, Ibu bercerita kepada pak kyai saya menyesal tak memberitahu siapa ibu dan ayahnya Reyhan yang asli karena dulu ayah dan ibunya menitipkan Reyhan kepadaku. Saya sangat menyesal belum memberi tahu  kepada Reyhan hingga ternyata ajal sudah menjemput Reyhan’’
Saat itu lah aku baru mengetahui bahwa Reyhan ternyata bukan kaka kandungku. Dia hanya anak buangan dari orangtua yang malu melihat anaknya cacat. Astaghfiruallah
###
Kisah ini akan menjadi suatu pelajaran berharga bagi kita semua. jangan pernah kita memperlakukan seseorang seperti binatang apa lagi sesama muslim , ingat kah kita tentang nasehat nabi Muhammad  SAW pada akhir hayatnya peliharalah shalat dan peliharalah orang yang lemah di kalanganmu.” Maka hikmah dari cerita ini adalah jangan pernah melihat seseorang dari fisiknya karena yang kita lihat sempurna belum tentu indah dimata allah dan yang terlihat buruk belum tentu buruk dihadapan Allah. bisa jadi yang terlihat buruk oleh mata manusia , sanggat mulia dihadapan allah.
Tetap semangat menjadi hamba yang selalu taat kepadanya

Sekian

Penulis: Puteri Anisatul Muzakiyah
Editor: Muhamad Maksugi 

Share this:

Comments
0 Comments

Posting Komentar

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes