Kacamata Peradaban

2016/04/27

EROPA YANG DEMAM JAWA



Demam Jawa? Mungkin diantara pembaca ada yang kebingungan maksud dari kata tersebut. Sebagian lain juga mungkin berpikiran bahwa demam Jawa itu diartikan sebagai orang Eropa yang mengidap penyakit yang berasal dari Jawa. Tidak! Sekali lagi tidak! Kita tidak sedang membicarakan tentang penyakit. Tulisan ini hendak membicarakan kekaguman Eropa terhadap dunia Jawa yang di ekspresikan kedalam seni lukis.
Kata Demam Jawa tersebut saya temukan dari bahasa yang digunakan oleh Jakob Sumardjo yang digunakan untuk merujuk antusiasme Eropa terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Jawa yang dituangkan ke dalam seni lukis. Demam Jawa ini berpengaruh terhadap seni lukis Eropa era 1900-an. Dimasanya, banyak lukisan-lukisan Eropa yang menggambarkan keindahan alam Jawa, (baca: Pulau Jawa) lukisan yang sangat dikagumi oleh orang-orang Eropa pada saat itu. Bahkan Raja Willem I pun sampai memerintahkan secara resmi seniman asal Perancis bernama Antoine Payen untuk pergi ke Jawa untuk melukiskan land mark dan panorama dari pulau Jawa. Tidak hanya itu, seniman terkenal dari Perancis bernama Paul Gauguin pun pernah membuat lukisan gadis Jawa yang diberi judul Annah Gadis Jawa. Menariknya, lukisan ini justru tidak dibuat langsung di Jawa melainkan dibuat di negeri Perancis-nya sendiri, satu fenomena yang bisa kita maknai bahwa dunia Jawa sudah merasuk ke dalam imajinasi-imajinasi seniman Eropa.
Lukisan-lukisan yang mengambil landskape dunia Jawa tersebut, terkenal dengan sebutan lukisan gaya Mooi Indie.  Kata Mooi Indie berasal dari kata Hindia Molek, atau Indonesia Jelita. Gaya lukisan Mooi Indie ini nantinya menjadi bahan cacian dari seniman pribumi bernama Sudjojono. Dia mengecam habis-habisan lukisan gaya Mooi Indie yang menggambarkan keindahan alam Indonesia namun realitasnya justru sebaliknya. Rakyat Indonesia justru banyak yang menderita dan kelaparan akibat beban kolonialisme, suatu realitas yang tidak seindah dengan apa yang disuguhkan dalam lukisan Mooi Indie. Sudjojonolah seniman yang nantinya meletakan dasar nasionalisme seni lukis Indonesia yang mencari jati diri seninya.
Lukisan Mooi Indie

Terlepas dari cacian tersebut, Eropa yang mengalami demam Jawa tentu terjadi bukan tanpa alasan, tidak berjalan begitu saja tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa Eropa mengalami demam Jawa. Pertama, terjadinya kontak seniman Eropa terhadap keragaman dunia Jawa melalui pameran-pameran seni yang diperkenalkan oleh seniman Belanda. Pameran tersebut terjadi pada tahun 1851 dalam pameran akbar Work of Industry of All Nation di London. Lalu terjadi pameran berikutnya dalam pameran dunia bernama Exposition Universelle Coloniale et d’Exportation Generale (Pameran Kolonial dan Perdagagan Ekspor Dunia). Dalam pameran tersebut diperlihatkan suatu area bangunan kolonial khusus, didalamnya terdapat bukan Cuma menghadirkan barang dan produk-produk dari pulau Jawa, tetapi dihadirkan pula rumah, manusia dan segala aktivitas-aktivitasnya.
Kedua, sebab berikutnya adalah perkenalan Eropa terhadap Jawa bertepatan dengan terjangkitnya Eropa terhadap Orientalisme, yaitu suatu faham yang menurut Edward Said diartikan sebagai proses menginformasikan, mempengaruhi dan mengelabui berdasarkan persepsi Barat, suatu geografi Imajinatif daerah dan penduduk lain di Timur dan dengan menempatkan posisi Barat jauh diatas objeknya. Dengan terjangkitnya Eropa terhadap Orientalisme, maka semakin antusiaslah mereka mengenal budaya Timur. Sehingga ketika dunia Jawa dikenal melalui pameran seni, antusias mengenal budaya Jawa pun semakin tingggi.
Ketiga, karena pada masa itu Eropa sedang terjangkit orientalisme, berbagai kajian pun akhirnya dilakukan untuk meneliti berbagai kajian ilmiah dari dunia Jawa, seperti Antropologi, Arkeologi, Botani, dan lain sebagainya untuk mengenal lebih dalam tentang dunia Jawa, tentunya dalam perspektif orientalisme. Kajian-kajian ilmiah inilah yang akhirnya memuncukan seniman-seniman Grafis, seniman grafis tersebut sering melakukan perjalanan panjang mengelilingi pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan gambar objek penelitian. Disinilah awal mula munculnya berbagai lukisan-lukisan pemandangan Jawa, karena sebelumnya lukisan di Hindia hanya sebatas menggambarkan pemandangan Batavia dan aktivitas-aktivitasnya karena kekuasaan VOC memang berpusat di Batavia.
Demam Jawa ini rupanya semakin mendapatkan tempat di hati seniman Eropa ketika Raden Saleh, seorang seniman modern pertama dari Jawa mendapatkan kesempatan untuk keliling Eropa. Berbagai negara pun pernah ia datangi seperti Jerman, Belanda, Perancis, Inggris, dan yang lainya, tentunya kedatangan Raden Saleh disaat Eropa sedang mengalami demam Jawa, dianggap sebagai representasi dari Jawa. Kesempatan ini bermula ketika seniman Payen dari Perancis mendapatkan tugas dari Raja William I untuk membuat pemandangan Jawa datang ke kabupaten Semarang. Para pembesar Belanda yang kebetulan singgah di Kabupaten Semarang tersebut memperhatikan bakat yang dimiliki oleh Raden Saleh kecil. Kemudian mengajaknya untuk tinggal di rumah pelukis Payen, di Buitenzorg (sekarang Bogor) untuk mengasahkan bakatnya. Melalui bimbingan dari pelukis Payen yang terkenal tersebut, Raden Saleh yang masih muda tersebut mampu menguasai unsur-unsur dasar seni lukis ala Eropa. Pada tahun 1826, Antoine Payen pergi meninggalkkan Hindia-Belanda untuk kembali ke Belanda. Tiga tahun kemudian Raden Saleh yang masih berumur 18 tahun pergi ke Belanda atas bantuan Payen, dan mengemban pendidikan Seni lukis disana.

Sebagai bagian dari sosok yang mewakili dunia Jawa, Raden Saleh mendapatkan perhatian yang besar dari seniman-seniman Eropa dan pembesar-pembesarnya. Dia mampu bergaul dengan kalangan atas Eropa dan mampu memberikan sensasi yang berbeda dalam pergaulanya. Seperti kutipan dari sebuah majalah seni Perancis pada tahun 1845 yang mengatakan:
Semua orang memandang seorang Hindia yang cukup ganteng, dan muda. Dia berpakaian busana indah: serban ditumpangkan diatasnya oleh jambul dan permata; dia berpakaian semacam mantel pendek hijau muda penuh bordiran emas dan ikatanya dan krissnya (yang dimaksud adalah keris) dihiasi dengan banyak macam batu berharga (...) ketika semua orang berdansa, beliau berbicara dengan penuh kegembiraan mengenai lukisan karya Theodore Gericault, Rakit Kapal Medusa (1819 M). Sang pangeran Raden Saleh mendapat sembutan luar biasa pada pesta ini.
Kehadiranya yang nyentrik ditengah-tengah kehidupan orang Eropa yang sedang mengalami demam Jawa seolah muncul sebagai sosok pangeran dari cerita seribu satu malam, yang mewakili alam imajinasi seniman Eropa terhadap dunia Jawa.
Sekalipun demam Jawa kini telah berakhir, alamnya yang eksotis sudah tidak lagi seindah dulu, dan budayanya yang beragam telah diterjang oleh ganasnya modernisasi. Namun, keindahan imajinasi dunia Jawa tetap abadi dalam lukisan-lukisan Mooi Indie, membuat rindu bagi orang Eropa mana saja yang pernah mendiami negeri ini. Seperti tembang-tembang Wieteke van Dort (tembang kenangan Indonesia) yang dilantunkan oleh Tante Lien seorang wanita Belanda berpakaian Kebayanya yang begitu merindukan kehidupan di Indonesia. Lagunya yang berjudul Poor Kassian Den Haag dan Nacht Over Java selalu berhasil membuat saya sedih mendengarnya. Cobalah kau dengarkan lagunya, dan terjemahkan liriknya, kau akan temukan kerinduan yang mendalam terhadap kehidupan disini. Maka, keindahan alam negeri ini dengan kebudayan-kebudayaanya yang pernah di agung-agungkan orang Eropa sana harus kita jaga sebaik mungkin.


 Penulis: Muhamad Maksugi

Sumber: 
Jean Rocher dan Iwan Santosa, Sejarah Kecil Indonesia-Perancis 1800-200, Kompas Media Nusantara, Jakarta:2013.
Jakob Sumaedjo, Asal-Usul Seni Rupa Modern Indonesia, Kelir, Bandung:2009.

Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey, Orighokham, Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionallisme. Komunitas Bambu, Jakarta:2009.

Share this:

Comments
0 Comments

Posting Komentar

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes