Gus Dur, begitulah panggilan akrab Abdurrahman Wahid. Meskipun sosoknya telah tiada, namun jasa dan sumbangsih pemikiranya terhadap Islam Indonesia masih menarik untuk dibicarakan.
Sumbangsih
pemikiran Gus Dur terhadap Islam Indonesia berada dipuncaknya ketika menjabat
sebagai Presiden pada tanggal 20 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001. Di bawah kepemimpinanya,
Gus Dur membawa Islam Indonesia menuju paham keislaman yang modern dengan menanamkan
nilai toleransi antar umat beragama, melindungi kaum minoritas dan memberikan
hak-hak sipil dalam menjalankan ritus keagamaan.
Salahsatu
langkah Gus Dur dalam memodernkan pemahaman Islam Indonesia adalah menerbitkan
kepres No 6 tahun 2000 yang menggantikan inpres No 14 tahun 1967 tentang agama,
kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Dalam pasal tersebut, Gus Dur memberikan
hak-hak sipil Konghuchu dalam menjalankan ritus keagamaanya, seperti membuat
hari libur imlek. Gus Dur merasa kalau Pancasila yang di yakininya harus mampu melindungi
keyakinan warga sipilnya.
Namun,
dibalik usahanya dalam memodernkan Islam Indonesia agar lebih humanis, terdapat
beberapa golongan yang justru menganggapnya sebagai tokoh yang telah berjalan
terlalu jauh dalam ajaran Islam.
Terlepas
dari hal tersebut, Gus Dur telah memberikan pelajaran besar kepada kita bahwa
Islam adalah ajaran yang ramah, bukan ajaran yang marah. Seperti yang pernah
terjadi saat Gus Dur melarang Pasukan Berani Mati dari Banyuwangi pergi ke
Jakarta pada 18 Maret tahun 2001 untuk membela Gus Dur yang telah di lengserkan
secara tidak adil. Padahal jika dilihat dari segi politis, dukungan dari Pasukan
Berani Mati di Banyuwangi bisa menjadi senjata Gus Dur dalam mempertahankan
kekuasaanya dan upaya untuk menegakan kebenaran dalam kedzaliman yang telah
diterimanya. Tapi tidak! Gus Dur seolah ingin mengatakan kalau upaya untuk
menegakan kebenaran tidak harus menggunakan cara-cara radikal dengan turun ke
jalan langsung lalu merugikan banyak pihak.
Sumber: