Demam
Jawa? Mungkin diantara pembaca ada yang kebingungan maksud dari kata tersebut.
Sebagian lain juga mungkin berpikiran bahwa demam Jawa itu diartikan sebagai
orang Eropa yang mengidap penyakit yang berasal dari Jawa. Tidak! Sekali lagi
tidak! Kita tidak sedang membicarakan tentang penyakit. Tulisan ini hendak
membicarakan kekaguman Eropa terhadap dunia Jawa yang di ekspresikan kedalam
seni lukis.
Kata
Demam Jawa tersebut saya temukan dari
bahasa yang digunakan oleh Jakob Sumardjo yang digunakan untuk merujuk
antusiasme Eropa terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Jawa yang
dituangkan ke dalam seni lukis. Demam Jawa ini berpengaruh terhadap seni lukis
Eropa era 1900-an. Dimasanya, banyak lukisan-lukisan Eropa yang menggambarkan
keindahan alam Jawa, (baca: Pulau Jawa) lukisan yang sangat dikagumi oleh
orang-orang Eropa pada saat itu. Bahkan Raja Willem I pun sampai memerintahkan
secara resmi seniman asal Perancis bernama Antoine Payen untuk pergi ke Jawa
untuk melukiskan land mark dan panorama dari pulau Jawa. Tidak hanya itu, seniman
terkenal dari Perancis bernama Paul Gauguin pun pernah membuat lukisan gadis
Jawa yang diberi judul Annah Gadis Jawa.
Menariknya, lukisan ini justru tidak dibuat langsung di Jawa melainkan dibuat
di negeri Perancis-nya sendiri, satu fenomena yang bisa kita maknai bahwa dunia
Jawa sudah merasuk ke dalam imajinasi-imajinasi seniman Eropa.
Lukisan-lukisan
yang mengambil landskape dunia Jawa tersebut, terkenal dengan sebutan lukisan
gaya Mooi Indie. Kata Mooi
Indie berasal dari kata Hindia Molek, atau Indonesia Jelita. Gaya lukisan Mooi Indie ini nantinya menjadi bahan
cacian dari seniman pribumi bernama Sudjojono. Dia mengecam habis-habisan lukisan
gaya Mooi Indie yang menggambarkan
keindahan alam Indonesia namun realitasnya justru sebaliknya. Rakyat Indonesia
justru banyak yang menderita dan kelaparan akibat beban kolonialisme, suatu
realitas yang tidak seindah dengan apa yang disuguhkan dalam lukisan Mooi Indie.
Sudjojonolah seniman yang nantinya meletakan dasar nasionalisme seni lukis
Indonesia yang mencari jati diri seninya.
Lukisan Mooi Indie |
Terlepas
dari cacian tersebut, Eropa yang mengalami demam Jawa tentu terjadi bukan tanpa
alasan, tidak berjalan begitu saja tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan kenapa Eropa mengalami demam Jawa. Pertama, terjadinya kontak seniman Eropa terhadap keragaman dunia
Jawa melalui pameran-pameran seni yang diperkenalkan oleh seniman Belanda. Pameran
tersebut terjadi pada tahun 1851 dalam pameran akbar Work of Industry of All
Nation di London. Lalu terjadi pameran berikutnya dalam pameran dunia bernama
Exposition Universelle Coloniale et d’Exportation Generale (Pameran Kolonial
dan Perdagagan Ekspor Dunia). Dalam pameran tersebut diperlihatkan suatu area
bangunan kolonial khusus, didalamnya terdapat bukan Cuma menghadirkan barang
dan produk-produk dari pulau Jawa, tetapi dihadirkan pula rumah, manusia dan
segala aktivitas-aktivitasnya.
Kedua, sebab
berikutnya adalah perkenalan Eropa terhadap Jawa bertepatan dengan
terjangkitnya Eropa terhadap Orientalisme, yaitu suatu faham yang menurut
Edward Said diartikan sebagai proses menginformasikan, mempengaruhi dan
mengelabui berdasarkan persepsi Barat, suatu geografi Imajinatif daerah dan
penduduk lain di Timur dan dengan menempatkan posisi Barat jauh diatas
objeknya. Dengan terjangkitnya Eropa terhadap Orientalisme, maka semakin
antusiaslah mereka mengenal budaya Timur. Sehingga ketika dunia Jawa dikenal
melalui pameran seni, antusias mengenal budaya Jawa pun semakin tingggi.
Ketiga, karena
pada masa itu Eropa sedang terjangkit orientalisme, berbagai kajian pun
akhirnya dilakukan untuk meneliti berbagai kajian ilmiah dari dunia Jawa,
seperti Antropologi, Arkeologi, Botani, dan lain sebagainya untuk mengenal
lebih dalam tentang dunia Jawa, tentunya dalam perspektif orientalisme. Kajian-kajian
ilmiah inilah yang akhirnya memuncukan seniman-seniman Grafis, seniman grafis
tersebut sering melakukan perjalanan panjang mengelilingi pulau Jawa untuk
memenuhi kebutuhan gambar objek penelitian. Disinilah awal mula munculnya berbagai
lukisan-lukisan pemandangan Jawa, karena sebelumnya lukisan di Hindia hanya
sebatas menggambarkan pemandangan Batavia dan aktivitas-aktivitasnya karena
kekuasaan VOC memang berpusat di Batavia.
Demam
Jawa ini rupanya semakin mendapatkan tempat di hati seniman Eropa ketika Raden
Saleh, seorang seniman modern pertama dari Jawa mendapatkan kesempatan untuk
keliling Eropa. Berbagai negara pun pernah ia datangi seperti Jerman, Belanda,
Perancis, Inggris, dan yang lainya, tentunya kedatangan Raden Saleh disaat Eropa
sedang mengalami demam Jawa, dianggap sebagai representasi dari Jawa. Kesempatan
ini bermula ketika seniman Payen dari Perancis mendapatkan tugas dari Raja
William I untuk membuat pemandangan Jawa datang ke kabupaten Semarang. Para
pembesar Belanda yang kebetulan singgah di Kabupaten Semarang tersebut
memperhatikan bakat yang dimiliki oleh Raden Saleh kecil. Kemudian mengajaknya
untuk tinggal di rumah pelukis Payen, di Buitenzorg (sekarang Bogor) untuk
mengasahkan bakatnya. Melalui bimbingan dari pelukis Payen yang terkenal
tersebut, Raden Saleh yang masih muda tersebut mampu menguasai unsur-unsur
dasar seni lukis ala Eropa. Pada tahun 1826, Antoine Payen pergi meninggalkkan
Hindia-Belanda untuk kembali ke Belanda. Tiga tahun kemudian Raden Saleh yang
masih berumur 18 tahun pergi ke Belanda atas bantuan Payen, dan mengemban
pendidikan Seni lukis disana.
Sebagai
bagian dari sosok yang mewakili dunia Jawa, Raden Saleh mendapatkan perhatian
yang besar dari seniman-seniman Eropa dan pembesar-pembesarnya. Dia mampu
bergaul dengan kalangan atas Eropa dan mampu memberikan sensasi yang berbeda
dalam pergaulanya. Seperti kutipan dari sebuah majalah seni Perancis pada tahun
1845 yang mengatakan:
“Semua orang memandang seorang Hindia yang
cukup ganteng, dan muda. Dia berpakaian busana indah: serban ditumpangkan
diatasnya oleh jambul dan permata; dia berpakaian semacam mantel pendek hijau
muda penuh bordiran emas dan ikatanya dan krissnya (yang dimaksud adalah keris)
dihiasi dengan banyak macam batu berharga (...) ketika semua orang berdansa,
beliau berbicara dengan penuh kegembiraan mengenai lukisan karya Theodore
Gericault, Rakit Kapal Medusa (1819 M). Sang pangeran Raden Saleh mendapat
sembutan luar biasa pada pesta ini.”
Kehadiranya
yang nyentrik ditengah-tengah kehidupan orang Eropa yang sedang mengalami demam
Jawa seolah muncul sebagai sosok pangeran dari cerita seribu satu malam, yang mewakili alam imajinasi seniman Eropa
terhadap dunia Jawa.
Sekalipun
demam Jawa kini telah berakhir, alamnya yang eksotis sudah tidak lagi seindah
dulu, dan budayanya yang beragam telah diterjang oleh ganasnya modernisasi.
Namun, keindahan imajinasi dunia Jawa tetap abadi dalam lukisan-lukisan Mooi
Indie, membuat rindu bagi orang Eropa mana saja yang pernah mendiami negeri ini.
Seperti tembang-tembang Wieteke van Dort (tembang kenangan Indonesia) yang
dilantunkan oleh Tante Lien seorang wanita Belanda berpakaian Kebayanya yang
begitu merindukan kehidupan di Indonesia. Lagunya yang berjudul Poor Kassian Den Haag dan Nacht Over Java selalu berhasil membuat
saya sedih mendengarnya. Cobalah kau dengarkan lagunya, dan terjemahkan
liriknya, kau akan temukan kerinduan yang mendalam terhadap kehidupan disini. Maka,
keindahan alam negeri ini dengan kebudayan-kebudayaanya yang pernah di
agung-agungkan orang Eropa sana harus kita jaga sebaik mungkin.
Penulis: Muhamad Maksugi
Sumber:
Jean Rocher dan Iwan Santosa, Sejarah
Kecil Indonesia-Perancis 1800-200, Kompas Media Nusantara, Jakarta:2013.
Jakob
Sumaedjo, Asal-Usul Seni Rupa Modern
Indonesia, Kelir, Bandung:2009.
Harsja
W. Bachtiar, Peter B.R. Carey, Orighokham, Raden
Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionallisme. Komunitas Bambu,
Jakarta:2009.